1.1
Latar Belakang
Saat
ini perkembangan
teknologi sangat pesat, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Semua
teknologi ini membutuhkan power yang bersifat kontinu. Untuk mendapat power
yang kontinu maka dibutuhkan penyimpanan energy listrik, dalam hal ini battery
sangat popular untuk penyimpanan energy ini [6]. Berdasarkan laporan
Bloomber New Energy Finance, permintaan untuk produksi battery meningkat
seiring dengan peningkatan permintaan energy. US, UK, France, Japan, South
Korea, Austalia, China, Germany, dan India, merupakan Negara-negara yang
memimpin dalam produksi battery di tahun 2040. Pesatnya
produksi battery ini juga diakibatkan dengan produksi kendaraan listrik, ini
dikarenakan sumber energy dari kendaraan listrik besar dari battery.[7]. Hampir setengah dari battery habis dalam waktu
tiga tahun, dan 30% lainnya menjadi limbah didalam 6 sampai 11 tahun [8]. Penggunaan peralatan elektronik dinegara maju lebih pesat dibandingkan
Negara berkembang. Hal ini menyebabkan jumlah limbah elektronik yang dihasilkan
Negara maju lebih banyak dibandingkan Negara berkembang . Limbah elektronik
yang dihasilkan di ekspor ke Negara Cina dan India untuk didaur ulang. Di India
limbah elektronik dari negara maju diolah untuk mendapatkan logam mulia yang
terdapat di dalamnya, seperti emas, perak, platina, dan palladium[9]
1.2
LANDASAN TEORI
Baterai Ion Lithium
Baterai ion
litium (biasa
disebut Baterai Li-ion atau LIB) adalah salah satu anggota
keluarga baterai isi ulang (rechargable
battery). Di dalam
baterai ini, ion litium bergerak dari elektrode negatif ke elektrode positif
saat baterai sedang digunakan, dan kembali saat diisi ulang. Baterai Li-ion
memakai senyawa litium interkalasi sebagai bahan elektrodanya, berbeda dengan litium
metalik yang dipakai di baterai litium non-isi ulang.
Baterai ion litium umumnya dijumpai
pada barang-barang elektronik
konsumen. Baterai ini
merupakan jenis baterai isi ulang yang paling populer untuk peralatan elektronik portabel, karena memiliki salah satu kepadatan energi terbaik, tanpa efek memori, dan mengalami kehilangan isi yang lambat saat tidak digunakan. Selain digunakan
pada peralatan elektronik konsumen, LIB juga sering digunakan oleh industri
militer, kendaraan
listrik, dan dirgantara.[6] Sejumlah penelitian berusaha
memperbaiki teknologi LIB tradisional, berfokus pada kepadatan energi, daya
tahan, biaya, dan keselamatan intrinsik.[5]
Karakteristik kimiawi, kinerja, biaya,
dan keselamatan jenis-jenis LIB cenderung bervariasi. Barang elektronik genggam
biasanya memakai LIB berbasis litium kobalt oksida (LCO) yang memiliki kepadatan energi tinggi, namun
juga memiliki bahaya keselamatan yang cukup terkenal, terutama ketika
rusak. Litium besi fosfat (LFP), litium mangan oksida (LMO), dan litium nikel mangan kobalt oksida (NMC) memiliki kepadatan energi
yang lebih rendah, tetapi hidup lebih lama dan keselamatannya lebih kuat. Bahan
kimia ini banyak dipakai oleh peralatan listrik, perlengkapan medis, dan
lain-lain. NMC adalah pesaing utama di industri otomotif. Litium nikel kobalt alumunium oksida (NCA) dan litium titanat (LTO) adalah desain khusus yang ditujukan pada
kegunaan-kegunaan tertentu.
Cara Kerja
Di bagian anoda dan katode, material
utamanya yaitu litium adalah logam alkali yang bersifat sangat reaktif.
Artinya, jika segel baterai terbuka dan air masuk, logam langsung tereduksi dan
baterai akan terbakar hebat.
Kemudian, di sisi katode, material
yang digunakan biasanya mengandung kobalt, yang merupakan material yang cukup
langka di bumi.[7] Pemasok utama kobalt untuk
seluruh industri baterai litium ion di dunia adalah Republik
Demokratik Kongo.[8] Hal ini menjadi salah satu
penyebab baterai litium ion memiliki harga yang relatif mahal jika dibandingkan
misalnya dengan baterai lead
acid (accu).
Selain material pada gambar 2.1, katode-katode yang sering digunakan pada
baterai litium ion adalah LFP (Lithium Iron Phosphate), LMO (Lithium
Manganese Oxide), NCM (Nickel Cobalt Manganese), NCA (Nickel
Cobalt Aluminum Oxide), LCO (Lithium Cobaltate).[1]
Intinya, pada saat proses discharge ion
litium akan bergerak dari anoda grafit ke katode yang bisanya berupa
senyawa litium dengan oksida logam transisi. Lalu, proses charge terjadi
sebaliknya, ion litium bergerak dari katode ke dalam anoda yang berbentuk
layer-layer grafit. Proses masuknya sesuatu (litium) ke dalam suatu layer
senyawa kimia ini disebut dengan proses interkalasi. Pencarian material-material anoda dan katode salah
satunya berfokus kepada material yang bisa melakukan proses interkalasi ini
dengan konsisten, tidak berubah sepanjang umurnya sehingga bisa memperpanjang
usia baterai.[9]
Dalam sebuah baterai, besar energi
yang tersimpan bisa dioptimasi dari beda tegangan elektrodanya, massa reaktan
per elektron yang bersirkulasi seminimal mungkin, serta menghindari defisiensi
elektrolit karena bereaksi dengan unsur lain dalam baterai.Syarat ketiga ini dipenuhi
hanya oleh baterai NiMH terbaru dan baterai litium ion.
2.1 Solusi Manajemen
Sampah Baterai
Ada beberapa solusi untu
untuk memanjemen sampah battery dapat dibagi seperti berikut : pengurangan limbah, penimbunan, dilebur[6].
Metoda pre-treatment juga direkomendasikan seperti : Manual pre-treatment yang
dilakukan dengan skala laboratorium, mechanical pre-treatment dilakukan dengan skala industry, dan recycle
method. Seperti gambar dibawah :
Untuk manajemen proses
daur ulang pada limbah baterai lithium dapat dilihat pada alur kerja prose daur
ulang pada gambar berikut :
a.
Waste Reduction
Pengurangan
limbah (atau pencegahan) adalah yang paling ekonomis dan ramah lingkungan dari
semua strategi pengelolaan limbah. Minimalkan sumber daya mentah dan jumlah
limbah yang dapat diolah dapat dicapai melalui desain produk yang lebih baik
dan manajemen proses yang lebih baik. Selain itu, pengurangan limbah dapat
dicapai secara lebih efisien dengan mendaur ulang baterai bekas daripada
membuat baterai baru. Sebagian besar baterai timbal-asam sudah diproduksi
dengan mendaur ulang bahan dari baterai bekas dan sumber timbal lainnya.
b.
Landfilling
Penimbunan
sampah melibatkan pembuangan limbah ke daratan yang aman yang memiliki tingkat
air tanah rendah.
Biasanya, dua pendekatan berbeda digunakan: (i) membatasi sampah pada area
kecil, dan (ii) memadatkan sampah untuk mengurangi volume. Mekanisme penimbangan
standar umumnya diterapkan untuk mengukur bahan limbah saat tiba di tempat pembuangan akhir.
Penimbunan baterai rumah tangga (alkali dan Zn C) dilaporkan tidak menimbulkan
risiko besar (SEMB; November 2001), dan kesimpulan serupa diambil oleh EPA AS
dan Asosiasi Produsen Listrik Nasional (NEMA, Juni 2002). Akibatnya, ini
baterai tidak dianggap sebagai limbah berbahaya untuk penimbunan. Namun,
penimbunan tidak cocok untuk produk NiCad dan NiMH, karena pencucian logam
berat dapat mencemari air tanah. Landfilling juga menderita kerugian besar
dalam bentuk konsumsi energi untuk mengangkut dan mengumpulkan sampah.
c.
Thermal Treatment
Pemrosesan termal (insinerasi, gasifikasi, atau pirolisis)
diterapkan dalam pengolahan limbah padat perkotaan dan industri, yang dapat
mengandung limbah baterai. Suhu yang terlibat dalam insinerasi dan gasifikasi
berkisar antara 980 °C dan 2000 °C. Selama pembakaran, volume asli sampah
berkurang sekitar 80-90%. Insinerator dan gasifier saat ini menawarkan
pembuangan limbah yang sangat terkontaminasi dan berbahaya secara aman dan
ramah lingkungan dari operasi kimia dan pemrosesan. Karbon dioksida, karbon
monoksida (CO), dioksin, partikulat padat, dan logam berat adalah produk
sampingan dari pemrosesan termal. Tingkat pencemaran yang dihasilkan dari
konversi termokimia limbah bervariasi sesuai dengan sifat limbah dan
infrastruktur pengolahannya. Karena baterai alkaline sering dibakar, emisi dan
abu yang dihasilkan dari pembakarannya, yang mengandung kalium hidroksida dan
mangan, sangat berbahaya.
d.
Manual Treatment
Pra-pengolahan
limbah baterai secara manual pada skala laboratorium biasanya melibatkan
prosedur sederhana di mana sel-sel baterai bekas dikeluarkan dan dibongkar
dengan tangan. Setelah pembongkaran, berbagai metode pemisahan dapat digunakan
sesuai dengan sifat kolektor dan pengikat.[55,56] Pemisahan mekanis meliputi
penghancuran dan penyaringan untuk memisahkan kolektor arus dan bahan aktif,
pelarut dan kalsinasi dapat menghilangkan pengikat perekat, dan bahan aktif dapat
dipisahkan melalui pembubaran kolektor saat ini. Langkah-langkah pra-perawatan
ini digambarkan pada Gambar dibawah
Untuk manajemen proses
daur ulang pada limbah baterai lithium dapat dilihat pada alur kerja prose daur
ulang pada gambar berikut :
Gambar 1.tahapan proses daur ulang pada limbah baterai lithium
Pada gambar 1,dimana pada
tahapam ketiga dimana baterai lithium setelah dilakukan perawatan dan
perbaikan,baterai lithium tidak dapat digunakan,baterai lithium akan di
pisahkan dari mobil listrik dan akan di test kembali.pada tahapan di test ini
baterai lithium akan dipilah dalam tiga kategori yaitu baterai dapat langsung
di daur ulang,baterai dapat diperbaiki kembali dengan remanufacture,dan dapat digunakan untuk ke dua kalinya.Jika baterai
lithium dapat digunakan untuk kedua kalinya setelah pemakaian kedua kalinya
baterai akan didaur ulang sedangkan untuk remanufacture
ini jika baterai lithium dapat diperbaiki kembali dan dapat digunakan pada
tahapan perawatan dan perbaikan mobil listrik.[2]
pada tahapan daur ulang
ini terdapat beberapa tahapan yaitu akan ditampilkan pada gamabr berikut :
Gambar 2.Alur proses daur ulang baterai lithium
Baterai lithium yang akan
didaur ulang,akan dipilah terlebih dahulu,dibongkar dan dipisahkan komponen-komponennya.Terdapat
4 komponen sebagai pertimbangan untuk teknologi pelarutan material yaitu
pertama Thermal,pada bagian ini
mempertimbangkan parameter temperature yang akan diambil untuk meleburkan
komponen baterai lithium sesuai dengan teknilogi peleburan yang diambil.Mechanical & Physical,pada bagian
ini bertjuan mengeluarkan outer case,memisahkan
material yang penting,mengurangi jumlah sisa-sisa yang tidak dapat digunakan
dan penghancutan material.Chemical &
Mechani-chemical pada bagian ini memeprtimbangkan bahan-bahan kimia yang
digunakan dalam proses peleburan material batersi lithium berdasarkan teknologi
peleburan apa yang akan digunakan.[3] Selanjutnya masuk ke tahapan ekstrasi
metal atau teknilogi peleburan material baterai lithium Yang terdiri atas 3
yaitu hydrometallurgy,pyrometallurgy,bio-hydrometallurgy.
a.
Hydrometallurgy
Bubuk katode aktif dilarutkan menggunakan teknik hydrometallurgy,untuk memisahkan dan memurnikan metal penting pada
baterai lithium.Menggunakan asam inorganic
seperti : HCL, H2SO4, HNO3, H3P04 untuk melarutkan metal.Operasi utama terdapat
pada parameter suhu,asam dan pengurangan konsentrasi metal,waktu reaksi dan
rasio kekentalannya.Keuntungan menggunakan teknik ini adalah penguranangan
konsumsi energy dengan menggunakan suhu yang rendah,dapat memeperbaiki Li dalam
bentuk karbonat,melarutkan metal hingga dapat digunakan kembali menjadi katode
baterai lithium,dan efesien pada alkali baterai yang baik.
b. Pyrometallurgy
Menggunakan suhu yang
sanat tinggi.Memiliki 3 tahap proses kerja nya yaitu pyrolysis(penurunan komponen organic pada baterai lithium),lalu
pengurangan kadar metal dan terakhir pengabuan gas yaitu mrnghindari pelepasan
dioxin pada proses pyrolysis.
c.
bio-hydrometallurgy.
Menggunakan teknik bio-hydrometallurgy,memili
kesamaan dengan teknik hydrometallurgy,yang
membedakan adalah menggunakan asam organic yang diproduksi mikroorganime untuk
melarutkan metal seperti acetic,ascornic,dan malic acids,yang memiliki
keuntungan dalam penguragan masalah kesehatan dan eco-friendly feature.
Hasil dari alur proses
dair ulang tersebut adalah endapan metal penting,yang mana akan mengalami
tahapan dalam pembuatan katoda,cell,modul,dan akhirnya baterai lithium yang
baru.Yang digunakan kembali ke mobil listrik.[4]
Pada penelitian lain
proses management sampah battery dapat juga dilakukan dengan [10]:
a. Mercury Distillation Process
Jumlah merkuri yang
digunakan dalam baterai telah sangat berkurang selama beberapa dekade terakhir
dan banyak merek tidak menggunakannya sama sekali. Namun, beberapa baterai
mengandung merkuri dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi mengingat banyaknya
limbah baterai yang dihasilkan setiap tahun, merkuri perlu didaur ulang .
Proses distilasi merkuri adalah metode perlakuan termal berbasis vakum di mana
merkuri menguap. Setelah itu, pada suhu yang dikurangi, merkuri mengembun untuk
menghasilkan merkuri dalam bentuk logam
2.2 Manajemen Resiko dalam Daur Ulang Limbah Baterai Lithium
Dapat diketahui,dalam
manajement daur ulang limbah baterai lithium terdapat beberapa resiko yang
terjadi,berikut resiko-resiko yang utama dalam daur ulang limbah baterai
lithium pada gambar berikut:
Gambar 3.Resiko daur ulang baterai lithium
Resiko yang pertama
dilihat tentunya dari segi kesehatan,baik untuk karyawan atau penduduk di
sekitar nantinya.Yang amana pada proses peleburan komposisi kimia pada baterai
lithium menggunakan bahan-bahan kimia (organic dan inorganic) yang dalam proses
tersebut dapat membuat polusi udara yang dapat menyebabkan gas dengan level berbahaya
jika dihirup.Tentunya temapt industri harus mempertimabkan hal-hal
tersebut.Resiko api/ledakan, pada proses peleburan metal seperti
pemanasan,kerusakan mekanik,hubungan arus pendek yang mana hal-hal tersebut
sering menyebakan penigkatan suhu panas,hydrogen dan gas-gas lainnya yang
memicu ledakan pada proses peleburan.Untuk ini undustri harus mempertimbangkan
design instalasi listrik,battery safety,dan
maintenance peralatan.Natural environment,disini
biasanya terjadi pada saat pertimbangangan lokasi pembangunan pabrik daur ulang
yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan seperti pembanguan pada
daerah yang tidak luas dan dekat dengan perumahan penduduk dan dokumen legal
pembagunan pabrik.[2]
No comments:
Post a Comment